Kamis, 20 September 2012

NERACA HARA N, P, K PADA BEBERAPA POLA TUMPANGSARI SAYURAN ORGANIK

D. Setyorini dan W. Hartatik
Balai Penelitian Tanah, Bogor
PENDAHULUAN
Dewasa ini penggunaan input kimia dari pupuk dan pestisida kimia pada tanaman sayuran dataran tinggi di Asia cenderung berlebihan sehingga berpotensi untuk menimbulkan polusi lingkungan dan akhirnya berdampak pada menurunnya kesehatan masyarakat. Sebaliknya, cara budidaya secara organik dapat mereduksi pengaruh buruk yang diakibatkan oleh cara budidaya konvensional dengan input tinggi (www.qlif.org).
Penilaian yang dilakukan Alfoeldi et al. (2002) menyatakan bahwa sistem pertanian organik unggul dalam berbagai kondisi lingkungan: mencegah penurunan sumberdaya (air, energi, dan hara), berkontribusi meningkatkan stok karbon dalam tanah, berkontribusi positif dalam pengurangan GRK dan meningkatkan biodiversitas pada tingkat yang lebih luas. Senada dengan hal tersebut, Moeskops et al. (2009) menyatakan bahwa penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada budidaya sayuran konvensional sangat nyata menurunkan aktivitas mikrobia di dalam tanah yang ditunjukkan dengan menurunnya aktivitas enzim. Pada daerah tropis beriklim basah seperti di Jawa Barat, budidaya pertanian organik dapat memperbaiki fungsi biologis (keragaman dan aktivitas mikrobia) di dalam tanah dalam waktu sekitar dua tahun. Bending (2002) menunjukkan bahwa terjadi kontras yang sangat nyata antara sistem pertanian organik dan konvensional dalam penilaian kualitas tanah (sifat fisik, kimia dan biologi). Kualitas biologi tanah kebun sayuran organik sangat nyata lebih baik dibandingkan tanah di kebun konvensional, namun hanya terdapat sedikit perbedaan untuk kualitas sifat kimia tanahnya.
Dalam sistem budidaya pertanian organik dimana penggunaan input kimia sintetis tidak diperbolehkan, sangatlah penting untuk mengetahui neraca hara (input dan output) agar dapat dinilai tingkat keberlanjutan produktivitas dalam upaya menjaga (maintaining) kesuburan tanah dalam jangka panjang. Hasil analisis neraca hara di 88 kebun organik di sembilan negara sub tropik menunjukkan bahwa telah terjadi surplus N dengan rata-rata 83,2 kgN/tahun dan nilai efisiensi (output/input) penggunaan N sebesar 0,2-0,9. Untuk fosfor (P) dan kalium (K) diperoleh neraca positif (3,6 kg P/ha/tahun dan 14,2 kg K/ha/tahun) pada pertanaman hortikultura (Berry et al., 2003). Secara umum dapat disimpulkan bahwa tingkat pengelolaan di kebun-kebun organik sangat bervariasi oleh karena itu diperoleh nilai neraca hara yang beragam. Neraca dan hara dan analisa tanah merupakan alat yang baik dalam melakukan penilaian keberlanjutan sistem pertanian organik. Neraca N, P, K di kebun sayuran organik pada tanah Eutric Hapludand Little Farm Cisarua, Lembang menunjukkan neraca positif dan meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologi tanahnya. Pupuk organik yang direkomendasikan adalah kotoran sapi, kambing, kuda takaran 25 t/ha atau kotoran ayam takaran ≥ 20 t/ha atau ditambah dengan hijauan tithonia atau sisa tanaman (Fahmuddin et al., 2009).
Sejalan dengan prinsip pemupukan, sumber dan jenis pupuk organik yang ditambahkan dapat berasal dari berbagai sumber dengan jumlah yang mencukupi, namun tidak berlebihan untuk setiap unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Oleh karena itu, perhitungan neraca hara penting untuk dilakukan sebagai salah satu penilaian kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan hara dalam jangka panjang dalam sistem pertanian organik (Dalgaard et al., 2006).
Tujuan percobaan ini adalah menghitung neraca hara N, P, K pada empat pola tumpangsari sayuran organik.
Makalah diterbitkan pada Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan, Bogor, 24-25 Nopember 2009 Buku II: Teknologi Konservasi, Pemupukan, dan Biologi Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian.

Sumber: http://balittanah.litbang.deptan.go.id/Aktivitas beberapa isolat bakteri pelarut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar